Senin, 26 September 2016

SEJARAH NILAI NILAI PANCASILA



A.    Nilia-nilai Pancasila lahir sejak dahulu kala, menurut Sejarah Perkembangan Masyarakat Indonesia. Masyarakat yang pertama lahir ialah masyarakat Komunal Primitif. Pada zaman Masyarakat Komunal Priminitif nilai-nilai Pancasila sudah ada seperti percaya terhadap hal yang Ghaib seperti aliran Animesme dan Dinamisme. Serta terdapat juga nilai-nilai Memanusiakan Manusia yang dimana diaplikasikan didalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat Komunal Primitif yang hidup dalam tatanan masyarakat yang beradab seperti tidak ada penghisapan manusia antar manusia yang serta saling menjaga tatanan kehidupan yang saling menghormati dan menghargai sesama manusia. Dan juga terdapat nilai-nilai Persatuan ketika Masyarakat Komunal Primitif mencari Makan Bersama-sama (Bersatu) dan dibagikan sesuai dengan kebutuhan serta ketika perang dengan kelompok lain mereka Bersatu untuk Mempertahankan Kelompok dan Mempertahankan Hidup. Dalam menentukan ketua kelompok pun Masyarakat Komunal Primitif memakai Metode Musyawarah untuk Mufakat. Dalam Masyarakat Komunal Primitif mereka membagikan makanan sesuai dengan kebutuhan yang sifartnya ialah Adil.
B.     Berlanjut pada Masa Feodalisme dalam Fase ini mulai adanya pedagang yang masuk ke Nusantara seperti Bangsa-bangsa India, Arab, China dan Eropa. Yang mulai mempengaruhi Masyarakat Indonesia (Nusantara) dalam Agama, Ekonomi, Kebudayaan dll. Pada zaman tersebut mulai lah berubah struktur masyarakat. Dari sektor agama masyarakat Indonesia (Nusantara) mulai banyak memeluk-memeluk Agama seperti Hindu-Budha yang dipengaruhi oleh pedagang India, Agama Islam yang juga mulai masuk pada Abad ke 7 Masehi yang dibawa oleh pedang Arab dan China. Serta Agama Katolik dan Protestan yang dibawa oleh bangsa eropa (Portugis, Spanyol dan belanda) dalam proses penyebaran agama Hindu-Budha juga merubah tatanan masyarakat dengan banyak melakukan upacara penunjukan untuk menjadi Raja-Raja. Serta membagi masyarakat menjadi 3 tingkatan sudra, ksatria, dan brahmana. Serta mulai muncul beberapa kitab yang dibuat untuk menjaga tatanan sosial yang berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Dengan masuknya kebudayaan India ke Indonesia melalui penyebaran agama Hindu dan Buddha, maka ajaran Pancasyila pun masuk kedalam kepustakaan Jawa, terutama pada masa Kerajaan Majapahit dibawah kekuasaan Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada. Pada masa itu istilah Pancasila dapat ditemukan dalam buku Negarakertagama karya Empu Prapanca dan buku Sutasoma karya Empu Tantular.
Dalam buku Negarakertagama terdapat ketentuan bagi para raja yang berbunyi “Yatnaggegwani Pancasyiila kertasangkarbhisekaka krama” yang artinya “Raja menjalankan dengan setia kelima pantangan begitu pula upacara-upacara ibadat dan penobatan”.
Perkataan Pancasila mula-mula terdapat dalam perpustakaan Budha India. ajaran Budha bersumber pada kitab suci Tri Pitaka dan Vinaya pitaka, yang kesemuanya itu merupakan ajaran moral untuk mencapai surga. ajaran pancasila menurut Budha adalah merupakan lima aturan (larangan) atau five moral principles, yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh para penganutnya. Dalam buku Sutasoma, terdapat istilah “Pancasila Krama”, yaitu Lima dasar tingkah laku atau perintah kesusilaan. Dalam kitab itu terdapat 5 larangan yakni:
1.      Panatipada veramani sikhapadam samadiyani, artinya “jangan mencabut nyawa makhlum hidup” atau dilarang membunuh.
2.      Dinna dana veramani shikapadam samadiyani, artinya “jangan mengambil barang yang tidak diberikan.” maksudnya dilarang mencuri.
3.      Kameshu micchacara veramani shikapadam samadiyani, artinya jangan berbuat zina.
4.      Musawada veramani shikapadam samadiyani, artinya jangan berkata bohong atau dilarang berdusta.
5.      Sura merayu masjja pamada tikana veramani, artinya janganlah minum-minuman yang memabukkan.
Nilai-nilai Pancasila secara intrinsik bersifat filosofis, dan di dalam kehidupan masyarakat indonesia nilai Pancasila secara praktis merupakan filsafat hidup (pandangan hidup). nilai dan fungsi filsafat pancasila telah ada jauh sebelum indonesia merdeka. hal ini dibuktikan dengan sejarah majapahit (1293). Pada waktu itu Hindu dan Budha hidup berdampingan dengan damai dalam satu kerajaan.
Empu tantular yang mengarang buku “sutasoma” yang di dalamnya memuat seloka yang berbunyi : “Bhineka Tunggal ika tan Hana Dharma Mangrua”, artinya walaupun berbeda namun satu jua adanya, sebab ada tidak agama yang memiliki Tuhan yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya realitas kehidupan agama pada saat itu, yaitu agama Hindu dan Budha. Bahkan salah satu kerajaan yang menjadi kekuasaannya yaitu pasai jutru telah memeluk agama islam.
Sumpah Palapa yang diucapkan Mahapatih Gadjah mada dalam sidang ratu dan para menteri di pasebahan keprabuan Majapahit pada tahun 1331, yang berisi cita-cita mempersatukan seluruh nusantara raya sebagai berikut : “Saya baru akan berhenti berpuasa makan palapa, jikalau seluruh nusantara bertakhluk di bawah kekuasaan negara, jikalau gurun, seram, tanjungpura, Haru, pahang, Dempo, Bali, Sunda, palembang, tumasik telah dikalahkan”.
C.     Fase selanjutnya adalah fase kolonialisme dimana pada saat itu pedagang-pedagang eropa salah satunya Belanda  (Voc) masuk ke indonesia pada tahun 1602, pada saat itu Indonesia (Nusantara) masih berada di fase perkembangan masyarakat yaitu feodal (feodum) atau tuan tanah corak produksi feodal. voc masuk ke indonesia pada awal nya hanya ingin melakukan perdagangan, dengan cara bekerja sama dengan kerajaan2 di indonesia namun setelah voc mengetahui bahwa melimpahnya sumber daya alam di indonesia dan voc menganggap kerajaan2 ini menghambat keuntungan yang sebenar nya bisa secara sepenuh nya di miliki oleh voc, akhir voc melakukan politik adudomba yang di mana karena politik itu kerajaan2 itu menjadi pecah misalkan pecah 2 sehingga voc ini bisa masuk kedalam kedua kerajaan ini dan akhirnya kerajaan yg pecah ini percaya dengan voc untuk melakukan perdagangan internasional. Karena voc memiliki watak eksploitas lewat raja2 ini lah voc melakukan kerja paksa jadi raja yg menyuruh rakyat nya untuk terus bekerja untuk menghasilkan suatu produksi. Voc pun semakin membesar karena semakin banyak mendapatkan keuntungan.
Abad 18 Keruntuhan voc sebenarnya di sebabkan oleh keadaan internasional bukan karena ada korupsi dll, tetapi karena perubahan corak produksi dengan di temukan nya alat produksi atau revolusi industri yg terjadi di iggris dan perancis. Dan ternyata perancis kalah dengan inggris sehingga kekuasan perancis atas belanda karena belanda bekas jajahan perancis otomatis beralih ke inggris. Dengan begitu inggris mampu menginterfensi belanda untuk melakukan exploitasi di indonesia tetapi tidak memnggunakan voc lagi tetapi langsung menggunakan pemerintah hindia belanda. Pada abad ke-19 hanya pulau Jawa yang secara keseluruhan milik Belanda. Lalu pada tahun-tahun selanjutnya semua daerah lain di Nusantara ditaklukkan atau “dipasifikasikan” (didamaikan). Hindia Belanda adalah salah satu koloni Eropa yang paling berharga yang termasuk dalam kekuasaan Imperium Belanda. Penguasaan atas koloni ini turut menyumbang kepada semakin kuatnya pengaruh ekonomi global Belanda, terutama dalam perdagangan rempah dan komoditas perkebunan lainnya, dalam abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Pada puncaknya pada tahun 1942, Hindia Belanda meliputi semua daerah Indonesia saat ini. Selain itu, kota Melaka, Taiwan, Sri Lanka pernah dimiliki VOC dan pemerintah Belanda. Dua nama menonjol sebagai arsitek Pemerintah Kolonial Belanda di Indonesia. Pertama, Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal 1808-1811 ketika Belanda dikuasai oleh Perancis dan, kedua, Letnan Inggris Stamford Raffles, Gubernur Jenderal 1811-1816 ketika Jawa dikuasai Inggris. Daendels mereorganisasi pemerintahan kolonial pusat dan daerah dengan membagi pulau Jawa dalam distrik (yang juga dikenal sebagai residensi) yang dipimpin oleh seorang pegawai negeri sipil Eropa - yang disebutkan residen - yang secara langsung merupakan bawahan dari - dan harus melapor kepada - Gubernur Jenderal di Batavia. Para residen ini bertanggung jawab atas berbagai hal di residensi mereka, termasuk masalah hukum dan organisasi pertanian. Raffles melanjutkan reorganisasi pendahulunya dengan mereformasi pengadilan, polisi dan sistem administrasi di Jawa. Dia memperkenalkan pajak tanah di Jawa yang berarti bahwa petani Jawa harus membayar pajak, kira-kira nilai dua-perlima dari panen tahunan mereka, kepada pihak berwenang. Raffles juga sangat tertarik dengan budaya dan bahasa Jawa. Pada tahun 1817 ia menerbitkan bukunya The History of Java, salah satu karya akademis pertama yang topiknya pulau Jawa. Namun, reorganisasi administrasinya yang diterapkan Raffles juga berarti meningkatnya intervensi pihak asing di masyarakat dan ekonomi Jawa, yang tercermin dari meningkatnya jumlah pejabat peringkat menengah Eropa yang bekerja di residensi-residensi di pulau Jawa. Antara tahun 1825 dan tahun 1890 jumlah ini meningkat dari 73 menjadi 190 pejabat Eropa. Persaingan dengan para pedagang Inggris, Perang Napoleon di Eropa dan Perang Jawa mengakibatkan beban finansial yang besar bagi keuangan Kerajaan Belanda. Diputuskan bahwa Jawa harus menjadi sebuah sumber utama pendapatan untuk Belanda dan karena itu Gubernur Jenderal Van den Bosch mendorong dimulainya era Tanam Paksa (para sejarawan di Indonesia mencatat periode ini sebagai era Tanam Paksa namun Pemerintah Kolonial Belanda menyebutnya Cultuurstelsel yang berarti Sistem Kultivasi) di tahun 1830. 
Dengan sistem ini, Belanda memonopoli perdagangan komoditi-komoditi ekspor di Jawa. Terlebih lagi, pihak Belanda lah yang memutuskan jenis (dan jumlah) komoditi yang harus diproduksi oleh para petani Jawa. Secara umum, ini berarti para petani Jawa harus menyerahkan seperlima dari hasil panen mereka kepada Belanda. Sebagai gantinya, para petani menerima kompensasi dalam bentuk uang dengan harga yang sudah ditentukan Belanda tanpa memperhitungkan harga komoditi di pasaran dunia. Para pejabat Belanda dan Jawa menerima bonus bila residensi mereka mengirimkan lebih banyak hasil panen dari waktu-waktu sebelumnya, dan karena itu mendorong intervensi top-down dan penindasan. Selain pemaksaan penanaman dan kerja rodi, pajak tanah Raffles juga masih berlaku. Sistem Tanam Paksa menghasilkan kesuksesan keuangan. Antara 1832 dan 1852, sekitar 19% dari total pendapatan pemerintah Belanda berasal dari koloni Jawa. Antara 1860 ke 1866, angka ini bertambah menjadi 33%.
Pada awalnya, Sistem Tanam Paksa tidak didominasi hanya oleh pemerintah Belanda saja. Para pemegang kekuasaan Jawa, pihak Eropa swasta dan juga para pengusaha Tionghoa bergabung di dalamnya. Namun, setelah 1850 waktu Sistem Tanam Paksa direorganisasi Pemerintah Kolonial Belanda menjadi pemain utama. Namun reorganisasi ini juga membuka pintu bagi pihak-pihak swasta untuk mulai mendominasi Jawa. Sebuah proses privatisasi terjadi ketika Pemerintah Kolonial secara bertahap mengalihkan produksi komoditi ekspor kepada para pengusaha Eropa. Abad ke-19 juga dikenal sebagai abad ketika Belanda melaksanakan ekspansi geografis yang substantial di Nusantara. Didorong oleh mentalisme imperialisme baru, negara-negara Eropa bersaing untuk mencari koloni-koloni di luar benua Eropa untuk motif ekonomi dan status. Salah satu motif penting bagi Belanda untuk memperluas wilayah di Nusantara selain keuntungan keuangan adalah untuk mencegah negara-negara Eropa lain mengambil bagian-bagian dari wilayah ini. Pertempuran paling terkenal dan lama selama periode ekspansi Belanda adalah Perang Aceh yang dimulai di tahun 1873 dan berlangsung sampai 1913, berakibat pada kematian lebih dari 100,000 orang. Namun, Belanda tidak pernah memegang kontrol penuh atas Aceh. Integrasi politik antara Jawa dan pulau-pulau lain di nusantara sebagai kesatuan politis kolonial telah sebagian besar dicapai pada awal abad ke-20.
D.    Kebangkitan Nasional
Ketika perbatasan Hindia Belanda mulai mengambil bentuk menjadi Indonesia saat ini, Ratu Belanda Wilhelmina membuat pengumuman pada pidato tahunannya di 1901 bahwa kebijakan baru, Politik Etis, akan diterapkan. Politik Etis (mengakui bahwa Belanda memiliki hutang budi kepada orang nusantara) bertujuan untuk meningkatkan standar kehidupan penduduk asli. Cara untuk mencapai tujuan ini adalah melalui intervensi negara secara langsung dalam kehidupan (ekonomi), dipromosikan dengan slogan 'irigasi, pendidikan dan emigrasi'. Namun, pendekatan baru ini tidak membuktikan kesuksesan yang signifikan dalam meningkatkan standar kehidupan penduduk asli. Akan tetapi jika di analisa politik etis adalah cara baru untuk dapat melegalkan penjajahan karena pada masa kolonialisme belanda membutuhkan orang-orang yang siap bekerja akan tetapi dibayar dengan harga yang murah.

Politik Etis menyebabkan efek samping yang besar. Komponen pendidikan berkontribusi signifikan pada kebangkitan nasionalisme Indonesia dengan menyediakan alat-alat intelektual bagi masyarakat Indonesia untuk mengorganisir dan menyampaikan keberatan-keberatan mereka terhadap Pemerintah Kolonial. Politik Etis memberikan kesempatan, untuk sebagian kecil kaum elit Indonesia, untuk memahami ide-ide politik Barat mengenai kebebasan dan demokrasi. Untuk pertama kalinya orang-orang pribumi mulai mengembangkan kesadaran nasional sebagai 'orang Indonesia'.

Pada 1908, para pelajar di Batavia mendirikan asosiasi Budi Utomo, kelompok politis pribumi yang pertama. Peristiwa ini dianggap sebagai saat kelahiran nasionalisme Indonesia. Hal ini memulai tradisi politik kerja sama antara elit muda Indonesia dan para pejabat pemerintahan Belanda yang diharapkan untuk membantu wilayah Hindia Barat mencapai kemerdekaan yang terbatas. Bab selanjutnya dalam kebangkitan nasionalisme Indonesia adalah pendirian partai politik pertama berbasis masa, Sarekat Islam di 1911. Pada awalnya, organisasi ini didirikan untuk mendukung para pengusaha asli untuk melawan para pengusaha Tionghoa yang mendominasi ekonomi lokal namum kemudian mengembangkan fokusnya dan mengembangkan kedasaran politik populer dengan tendensi subversif. Gerakan-gerakan penting lainnya yang menyebabkan terbukanya pemikiran politik pribumi adalah Muhammadiyah, gerakan reformis sosio-religius Islam yang didirikan di tahun 1912 dan Asosiasi Sosial Demokrat Hindia, gerakan komunis yang didirikan tahun 1914 yang menyebarkan ide-ide Marxisme di Hindia Belanda. Perpecahan internal di gerakan ini kemudian mendorong pendirian Partai Komunis Indonesia (PKI) di tahun 1920.

Pada awalnya, Pemerintah Kolonial Belanda mengizinkan pendirian gerakan-gerakan politik lokal namun ketika ideologi Indonesia diradikalisasi di tahun 1920an (seperti yang tampak dalam pemberontakan-pemberontakan komunis di Jawa Barat dan Sumatra Barat di tahun 1926 dan 1927) Pemerintah Belanda mengubah tindakannya. Sebuah rezim yang relatif toleran digantikan dengan rezim represif yang menekan semua tindakan yang diduga subversif. Rezim represif ini hanya memperparah keadaan dengan meradikalisasi seluruh gerakan nasionalis Indonesia. Sebagian dari para nasionalis ini mendirikan Partai Nasionalis Indonesia (PNI) di tahun 1927 sebagai sebuah reaksi pada rezim yang represif. Tujuannya adalah mencapai kemerdekaan penuh untuk Indonesia.

Peristiwa penting lainnya bagi nasionalisme Indonesia adalah Sumpah Pemuda pada tahun 1928. Pada kongres yang dihadiri organisasi-organisasi pemuda ini, tiga idealisme diproklamasikan, menyatakan diri memiliki satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa. Tujuan utama dari kongres ini adalah mendorong persatuan antara kaum muda Indonesia. Di dalam kongres ini lagu yang kemudian menjadi lagu kebangsaan nasional (Indonesia Raya) dikumandangkan dan bendera nasional di masa kemerdekaan (merah-putih) dikibarkan untuk pertama kalinya. Pemerintah Kolonial Belanda bertindak dengan melakukan aksi-aksi penekanan. Para pemimpin nasionalis muda, seperti Sukarno (yang menjadi presiden pertama Indonesia di tahun 1945) dan Mohammad Hatta (wakil presiden Indonesia yang pertama) ditangkap dan diasingkan.
E.     Fase Pemerintahan Jepang
Pihak Belanda cukup kuat untuk mencegah nasionalisme Indonesia dengan cara menangkap para pemimpinnya dan menekan organisasi-organisasi nasionalis namun mereka tidak pernah bisa menghapuskan sentimen nasionalisme. Orang-orang Indonesia, di sisi lain, tidak memiliki kekuatan untuk bersaing dengan para pemimpin kolonialis dan karenanya membutuhkan bantuan-bantan dari luar untuk menghancurkan sistem kolonial. Di Maret 1942, orang-orang Jepang, dibakar semangatnya oleh keinginan akan minyak, menyediakan bantuan tersebut dengan menguasai Hindia Belanda. Walaupun pada awalnya disambut sebagai pembebas oleh penduduk Indonesia, mereka segera mengalami kesengsaraan di bawah penjajahan Jepang: kekurangan makanan, pakaian dan obat dan juga kerja paksa di bawah kondisi yang menyiksa. Kurangnya makanan terjadi terutama disebabkan karena administrasi yang tidak kompeten, mengubah Jawa menjadi sebuah pulau penuh kelaparan. Orang-orang Indonesia bekerja sebagai buruh paksa (disebut romusha) ditempatkan untuk bekerja dalam proyek-proyek yang membutuhkan banyak tenaga kerja di Jawa.
Ketika Jepang mengambil alih para pejabat Belanda ditempatkan dalam kamp-kamp tawanan dan digantikan oleh orang-orang Indonesia untuk mengerjakan tugas-tugas kepemerintahan. Orang-orang Jepang mendidik, melatih dan mempersenjatai banyak kaum muda Indonesia dan memberikan suara politik kepada para pemimpin nasionalis. Ini memampukan para pemimpin nasionalis untuk mempersiapkan masa depan bangsa Indonesia yang merdeka.
F.      Kemerdekaan
Pada masa pemerintahan jepang, mereka membuat sebuah Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/Dokuritsu Junbi Cosakai dibentuk oleh Jepang dan diumumkan oleh  Jenderal Kumakichi Harada pada tanggal 1 Maret 1945.
BPUPKI beranggotakan 60 orang beserta 1 ketua dan 2 ketua muda serta seorang sekretaris. Berikut adalah susunan keanggotaan BPUPKI:
Ketua              : dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat
Ketua Muda    : R.P. Suroso dan Ichibangase
Sekretaris        : A.G. Pringgodigdo
Anggota          :
Abikusno T.
Ir. Soekarno
Prof. Dr. Asikin W
Parada Harahap
Mr. Moh. Yamin
Mr. Ahmad S.
Mr. R. M. Sartono
Dr. R. Kusumahatmadja
KRMTH Wurjaningrat
K.H. Mas Masyur
R. Abdulrahim P.
RAA Sumitrao K.P.
Drs. KRMA Sosrodiningrat
R. Aris
Ir. R.M. Surachman T.
Prof. Dr. Soepomo
Ki Hajar Dewantara
Sutardjo K
Prof. Ir. R. Roosseno
R.A.A. Wiranatakusumah
H. Agus Salim
Mr. R.P. Singgih
Ir. R. Asharsutedjo M.
Oei Tjong Hauw
Mr. R. Suwandi
Oey Tiang Tjoei
Mr. Tang Eong Hoa
K.H. Wahid Hasyim
Drs. Moh. Hatta
A.M. Dasaad

a.        Sidang I
Sebagai realisasi pelaksanaan tugas,  BPUPKI kemudian mengadakan sidangsidang. Secara garis besar sidang-sidang  BPUPKI itu terbagi menjadi dua kali sidang.  Sidang BPUPKI I diadakan pada tanggal 29  Mei – I Juni 1945. Kemudian Sidang BPUPKI  II dilangsungkan pada tanggal 10 – 17 Juli  1945. Sidang-sidang BPUPKI itu untuk  merumuskan Undang-Undang Dasar.

Sidang pertama membahas bagi negara Indonesia merdeka. Waktu itu KRT. Rajiman Widyodiningrat meminta pandangan dari para anggota mengenai dasar negara baru yang akan dibentuk. Untuk itu, tampil beberapa tokoh untuk berpidato menyampaikan pandangannya. Dari sekian banyak pembicara, ada tiga tokoh yang paling dipertimbangkan pandangan-pandangannya. Mereka adalah Mr. Moh Yamin, Mr. Supomo, dan Ir. Soekarno.
- Pidato Moh. Yamin pada tanggal 29 Mei mengusulkan lima dasar negara kebangsaan Indonesia, yakni sebagai berikut.
a. Peri Kebangsaan.     b. Peri Kemanusiaan.
c. Peri Ketuhanan.       d. Peri Kerakyatan.
e. Kesejahteraan Rakyat,
- Mr. Supomo dalam pidatonya tanggal 31 Mei 1945 menyampaikan dasar-dasar Negara  yang diajukan sebagai berikut.
a. Persatuan.    b. Kekeluargaan
c. Keseimbangan lahir dan batin.        d. Musyawarah.
e. Keadilan rakyat.
- Tanggal 1 Juni 1945 merupakan hari terakhir dari rangkaian Sidang BPUPKI I. Dalam  pidato itu yang istimewa ia mengajukan usul nama, lima asas yang disebut dengan Pancasila.  Pidato Ir. Soekarno tanggal I Juni 1945 sering disebut dengan pidato lahirnya Pancasila. Silasila yang diusulkan Ir. Soekarno sebagai berikut.
a. Kebangsaan Indonesia.       b. Internasionalisme atau perikemanusiaan.
c. Mufakat atau demokrasi.    d. Kesejahteraan sosial.
e. Ketuhanan Yang Maha Esa.
            Dalam pidato nya Ir. Soekarno menegaskan bahwasannya jika Pancasila terlalu banyak saya bisa meremasnya menjadi Trisila yang isinya, ialah :
a.       Sosio-Nasionalisme
b.      Sosio-Demokrasi
c.       Ketuhanan
Tapi jika Trisila masih juga terlalu banyak saya akan meremasnya kembali menjadi Ekasila, yang isinya ialah Gotong Royong.
Tanggal 1 Juni 1945 Sidang BPUPKI I berakhir. Untuk menindaklanjuti usulan-sulan dari sidang, BPUPKI membentuk Panitia kecil yang diketuai oleh Ir. Soekarno.
Panitia ini dikenal sebagai Panitia Sembilan. Sebagai ketuanya Ir. Soekarno. Anggota-anggotanya adalah Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh Yamin, Mr. Ahmad Subarjo, Mr. A.A. Maramis, Abdulkadir Muzakir, Wakhidd Hasyim, H. Agus Salim, dan Abikusno Cokrosuyoso. Pada tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan melahirkan rumusan yang terkenal dengan nama Piagam Jakarta (Jakarta Charter).Rumusan tersebut sebagai berikut.

a. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk pemeluknya.
b. Dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab.
c. Persatuan Indonesia.
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
e. Mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

b. Sidang II
Pada tanggal 10 Juli 1945 mulai sidang BPUPKI II. Sidang ini membahas rancangan  Undang-Undang Dasar (UUD). Panitia Perancang UUD diketuai oleh Ir. Soekarno.  Panitia Perancang membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan rancangan UUD dengan  segala pasal-pasalnya. Panitia Kecil ini dipimpin oleh Mr. Supomo. Sebelum membahas rancangan Undang-Undang Dasar, mereka membahas bentuk  negara. Setelah diadakan pungutan suara, mayoritas anggota memilih negara kesatuan yang  berbentuk republik.
Bahasan berikutnya adalah UUD dan pembukaannya. Pada rapat tanggal 11 Juli 1945,  Panitia Perancang UUD secara bulat menerima Piagam Jakarta sebagai Pembukaan UUD.  Tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI melanjutkan sidang untuk menerima laporan dari Panitia  Perancang UUD. Tiga hal penting yang dilaporkan oleh Ir. Soekarno selaku ketua Panitia
Perancang UUD sebagai berikut.
a. Pernyataan Indonesia merdeka
b. Pembukaan UUD (diambil dari Piagam Jakarta)
c. Batang tubuh UUD
Sidang menyetujui tiga hal yang dilaporkan oleh Ir. Soekarno tersebut.
17 Agustus 1945 pukul 10.00, Ir. Soekarno membacakan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta Pusat dan Ir. Soekarno serta kawan-kawannya menyepakati bahwasannya Indonesia merdeka tanpa ada campur tangan asing. Ir. Soekarno pun membacakan
P R O K L A M A S I
”Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja. Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05 Atas nama bangsa Indonesia.”
Sehari setelah itu, PPKI mengadakan sidang di Gedung Kesenian Jakarta dan dihasilkan beberapa keputusan, yaitu
a) membentuk UUD;
b) memilih Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden;
c) presiden untuk sementara waktu akan dibantu oleh sebuah komite nasional.
Dan pada tanggal 18 Agustus 1945 disahkan Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia yang tertulis didalam pembukaan UUD 1945 Alinea keempat, yang isinya :
1.      Ketuhanan yang maha esa
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.      Persatuan Indonesia
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat, kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia   
Dari Penjabaran Sejarah nilai-nilai Pancasila diatas terbukti bahwa nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai luhur Bangsa Indonesia yang sudah tertanam dalam jiwa Bangsa Indonesia sejak dahulu. Maka, dari itu Pancasila dijadikan pedoman hidup Bangsa untuk mewujudkan cita-cita luhur Bangsa Indonesia dan menyatukan segala kebhinekaan yang ada dalam Bangsa Indonesia.


Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Activity

Diberdayakan oleh Blogger.

SAPMA PP KOM UNTIRTA