A. Nilia-nilai
Pancasila lahir sejak dahulu kala, menurut Sejarah Perkembangan Masyarakat
Indonesia. Masyarakat yang pertama lahir ialah masyarakat Komunal
Primitif. Pada zaman Masyarakat Komunal Priminitif nilai-nilai
Pancasila sudah ada seperti percaya terhadap hal yang Ghaib seperti aliran Animesme dan Dinamisme. Serta
terdapat juga nilai-nilai Memanusiakan
Manusia yang dimana diaplikasikan didalam kehidupan sehari-hari dalam
masyarakat Komunal Primitif yang hidup dalam tatanan masyarakat yang beradab seperti
tidak ada penghisapan manusia antar manusia yang serta saling menjaga tatanan
kehidupan yang saling menghormati dan menghargai sesama manusia. Dan juga
terdapat nilai-nilai Persatuan ketika Masyarakat Komunal Primitif mencari Makan
Bersama-sama (Bersatu) dan dibagikan sesuai dengan kebutuhan serta ketika
perang dengan kelompok lain mereka Bersatu untuk Mempertahankan Kelompok dan
Mempertahankan Hidup. Dalam menentukan ketua kelompok pun Masyarakat Komunal
Primitif memakai Metode Musyawarah untuk Mufakat. Dalam Masyarakat Komunal
Primitif mereka membagikan makanan sesuai dengan kebutuhan yang sifartnya ialah Adil.
B. Berlanjut
pada Masa Feodalisme dalam Fase ini mulai adanya pedagang yang masuk ke
Nusantara seperti Bangsa-bangsa India, Arab, China dan Eropa. Yang mulai
mempengaruhi Masyarakat Indonesia (Nusantara) dalam Agama, Ekonomi, Kebudayaan
dll. Pada zaman tersebut mulai lah berubah struktur masyarakat. Dari sektor
agama masyarakat Indonesia (Nusantara) mulai banyak memeluk-memeluk Agama
seperti Hindu-Budha yang dipengaruhi oleh pedagang India, Agama Islam yang juga
mulai masuk pada Abad ke 7 Masehi yang dibawa oleh pedang Arab dan China. Serta
Agama Katolik dan Protestan yang dibawa oleh bangsa eropa (Portugis, Spanyol
dan belanda) dalam proses penyebaran agama Hindu-Budha juga merubah tatanan
masyarakat dengan banyak melakukan upacara penunjukan untuk menjadi Raja-Raja.
Serta membagi masyarakat menjadi 3 tingkatan sudra, ksatria, dan brahmana.
Serta mulai muncul beberapa kitab yang dibuat untuk menjaga tatanan sosial yang
berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Dengan masuknya kebudayaan India ke
Indonesia melalui penyebaran agama Hindu dan Buddha, maka ajaran Pancasyila pun
masuk kedalam kepustakaan Jawa, terutama pada masa Kerajaan Majapahit dibawah
kekuasaan Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada. Pada masa itu istilah Pancasila
dapat ditemukan dalam buku Negarakertagama karya Empu Prapanca dan buku
Sutasoma karya Empu Tantular.
Dalam
buku Negarakertagama terdapat ketentuan bagi para raja yang berbunyi
“Yatnaggegwani Pancasyiila kertasangkarbhisekaka krama” yang artinya “Raja
menjalankan dengan setia kelima pantangan begitu pula upacara-upacara ibadat
dan penobatan”.
Perkataan
Pancasila mula-mula terdapat dalam perpustakaan Budha India. ajaran Budha
bersumber pada kitab suci Tri Pitaka dan Vinaya pitaka, yang kesemuanya itu
merupakan ajaran moral untuk mencapai surga. ajaran pancasila menurut Budha
adalah merupakan lima aturan (larangan) atau five moral principles, yang harus
ditaati dan dilaksanakan oleh para penganutnya. Dalam buku Sutasoma, terdapat
istilah “Pancasila Krama”, yaitu Lima dasar tingkah laku atau perintah
kesusilaan. Dalam kitab itu terdapat 5 larangan yakni:
1. Panatipada
veramani sikhapadam samadiyani, artinya “jangan mencabut nyawa makhlum hidup”
atau dilarang membunuh.
2. Dinna
dana veramani shikapadam samadiyani, artinya “jangan mengambil barang yang
tidak diberikan.” maksudnya dilarang mencuri.
3. Kameshu
micchacara veramani shikapadam samadiyani, artinya jangan berbuat zina.
4. Musawada
veramani shikapadam samadiyani, artinya jangan berkata bohong atau dilarang
berdusta.
5. Sura
merayu masjja pamada tikana veramani, artinya janganlah minum-minuman yang
memabukkan.
Nilai-nilai
Pancasila secara intrinsik bersifat filosofis, dan di dalam kehidupan
masyarakat indonesia nilai Pancasila secara praktis merupakan filsafat hidup
(pandangan hidup). nilai dan fungsi filsafat pancasila telah ada jauh sebelum
indonesia merdeka. hal ini dibuktikan dengan sejarah majapahit (1293). Pada waktu
itu Hindu dan Budha hidup berdampingan dengan damai dalam satu kerajaan.
Empu
tantular yang mengarang buku “sutasoma” yang di dalamnya memuat seloka yang
berbunyi : “Bhineka Tunggal ika tan Hana Dharma Mangrua”, artinya walaupun
berbeda namun satu jua adanya, sebab ada tidak agama yang memiliki Tuhan yang
berbeda. Hal ini menunjukkan adanya realitas kehidupan agama pada saat itu,
yaitu agama Hindu dan Budha. Bahkan salah satu kerajaan yang menjadi
kekuasaannya yaitu pasai jutru telah memeluk agama islam.
Sumpah
Palapa yang diucapkan Mahapatih Gadjah mada dalam sidang ratu dan para menteri
di pasebahan keprabuan Majapahit pada tahun 1331, yang berisi cita-cita
mempersatukan seluruh nusantara raya sebagai berikut : “Saya baru akan berhenti
berpuasa makan palapa, jikalau seluruh nusantara bertakhluk di bawah kekuasaan
negara, jikalau gurun, seram, tanjungpura, Haru, pahang, Dempo, Bali, Sunda,
palembang, tumasik telah dikalahkan”.
C. Fase
selanjutnya adalah fase kolonialisme dimana pada saat itu pedagang-pedagang
eropa salah satunya Belanda (Voc) masuk
ke indonesia pada tahun 1602, pada saat itu Indonesia (Nusantara) masih berada
di fase perkembangan masyarakat yaitu feodal (feodum) atau tuan tanah corak
produksi feodal. voc masuk ke indonesia pada awal nya hanya ingin melakukan
perdagangan, dengan cara bekerja sama dengan kerajaan2 di indonesia namun
setelah voc mengetahui bahwa melimpahnya sumber daya alam di indonesia dan voc
menganggap kerajaan2 ini menghambat keuntungan yang sebenar nya bisa secara
sepenuh nya di miliki oleh voc, akhir voc melakukan politik adudomba yang di
mana karena politik itu kerajaan2 itu menjadi pecah misalkan pecah 2 sehingga
voc ini bisa masuk kedalam kedua kerajaan ini dan akhirnya kerajaan yg pecah
ini percaya dengan voc untuk melakukan perdagangan internasional. Karena voc
memiliki watak eksploitas lewat raja2 ini lah voc melakukan kerja paksa jadi
raja yg menyuruh rakyat nya untuk terus bekerja untuk menghasilkan suatu
produksi. Voc pun semakin membesar karena semakin banyak mendapatkan
keuntungan.
Abad
18 Keruntuhan voc sebenarnya di sebabkan oleh keadaan internasional bukan
karena ada korupsi dll, tetapi karena perubahan corak produksi dengan di
temukan nya alat produksi atau revolusi industri yg terjadi di iggris dan
perancis. Dan ternyata perancis kalah dengan inggris sehingga kekuasan perancis
atas belanda karena belanda bekas jajahan perancis otomatis beralih ke inggris.
Dengan begitu inggris mampu menginterfensi belanda untuk melakukan exploitasi
di indonesia tetapi tidak memnggunakan voc lagi tetapi langsung menggunakan
pemerintah hindia belanda. Pada abad ke-19 hanya pulau Jawa yang secara
keseluruhan milik Belanda. Lalu pada tahun-tahun selanjutnya semua daerah lain
di Nusantara ditaklukkan atau “dipasifikasikan” (didamaikan). Hindia Belanda
adalah salah satu koloni Eropa yang paling berharga yang termasuk dalam
kekuasaan Imperium Belanda. Penguasaan atas koloni ini turut menyumbang kepada
semakin kuatnya pengaruh ekonomi global Belanda, terutama dalam perdagangan
rempah dan komoditas perkebunan lainnya, dalam abad ke-19 hingga awal abad
ke-20. Pada puncaknya pada tahun 1942, Hindia Belanda meliputi semua daerah
Indonesia saat ini. Selain itu, kota Melaka, Taiwan, Sri Lanka pernah dimiliki
VOC dan pemerintah Belanda. Dua nama menonjol sebagai arsitek Pemerintah
Kolonial Belanda di Indonesia. Pertama, Herman Willem Daendels, Gubernur
Jenderal 1808-1811 ketika Belanda dikuasai oleh Perancis dan, kedua, Letnan
Inggris Stamford Raffles, Gubernur Jenderal 1811-1816 ketika Jawa dikuasai
Inggris. Daendels mereorganisasi pemerintahan kolonial pusat dan daerah dengan
membagi pulau Jawa dalam distrik (yang juga dikenal sebagai residensi) yang
dipimpin oleh seorang pegawai negeri sipil Eropa - yang disebutkan residen -
yang secara langsung merupakan bawahan dari - dan harus melapor kepada -
Gubernur Jenderal di Batavia. Para residen ini bertanggung jawab atas berbagai
hal di residensi mereka, termasuk masalah hukum dan organisasi pertanian. Raffles
melanjutkan reorganisasi pendahulunya dengan mereformasi pengadilan, polisi dan
sistem administrasi di Jawa. Dia memperkenalkan pajak tanah di Jawa yang
berarti bahwa petani Jawa harus membayar pajak, kira-kira nilai dua-perlima
dari panen tahunan mereka, kepada pihak berwenang. Raffles juga sangat tertarik
dengan budaya dan bahasa Jawa. Pada tahun 1817 ia menerbitkan bukunya The
History of Java, salah satu karya akademis pertama yang topiknya pulau Jawa.
Namun, reorganisasi administrasinya yang diterapkan Raffles juga berarti
meningkatnya intervensi pihak asing di masyarakat dan ekonomi Jawa, yang
tercermin dari meningkatnya jumlah pejabat peringkat menengah Eropa yang
bekerja di residensi-residensi di pulau Jawa. Antara tahun 1825 dan tahun 1890
jumlah ini meningkat dari 73 menjadi 190 pejabat Eropa. Persaingan dengan para
pedagang Inggris, Perang Napoleon di Eropa dan Perang Jawa mengakibatkan beban
finansial yang besar bagi keuangan Kerajaan Belanda. Diputuskan bahwa Jawa
harus menjadi sebuah sumber utama pendapatan untuk Belanda dan karena itu
Gubernur Jenderal Van den Bosch mendorong dimulainya era Tanam Paksa (para
sejarawan di Indonesia mencatat periode ini sebagai era Tanam Paksa namun
Pemerintah Kolonial Belanda menyebutnya Cultuurstelsel yang berarti Sistem
Kultivasi) di tahun 1830.
Dengan sistem ini, Belanda memonopoli perdagangan
komoditi-komoditi ekspor di Jawa. Terlebih lagi, pihak Belanda lah yang
memutuskan jenis (dan jumlah) komoditi yang harus diproduksi oleh para petani
Jawa. Secara umum, ini berarti para petani Jawa harus menyerahkan seperlima
dari hasil panen mereka kepada Belanda. Sebagai gantinya, para petani menerima
kompensasi dalam bentuk uang dengan harga yang sudah ditentukan Belanda tanpa
memperhitungkan harga komoditi di pasaran dunia. Para pejabat Belanda dan Jawa
menerima bonus bila residensi mereka mengirimkan lebih banyak hasil panen dari
waktu-waktu sebelumnya, dan karena itu mendorong intervensi top-down dan
penindasan. Selain pemaksaan penanaman dan kerja rodi, pajak tanah Raffles juga
masih berlaku. Sistem Tanam Paksa menghasilkan kesuksesan keuangan. Antara 1832
dan 1852, sekitar 19% dari total pendapatan pemerintah Belanda berasal dari
koloni Jawa. Antara 1860 ke 1866, angka ini bertambah menjadi 33%.
Pada
awalnya, Sistem Tanam Paksa tidak didominasi hanya oleh pemerintah Belanda
saja. Para pemegang kekuasaan Jawa, pihak Eropa swasta dan juga para pengusaha
Tionghoa bergabung di dalamnya. Namun, setelah 1850 waktu Sistem Tanam Paksa
direorganisasi Pemerintah Kolonial Belanda menjadi pemain utama. Namun
reorganisasi ini juga membuka pintu bagi pihak-pihak swasta untuk mulai
mendominasi Jawa. Sebuah proses privatisasi terjadi ketika Pemerintah Kolonial
secara bertahap mengalihkan produksi komoditi ekspor kepada para pengusaha Eropa.
Abad ke-19 juga dikenal sebagai abad ketika Belanda melaksanakan ekspansi
geografis yang substantial di Nusantara. Didorong oleh mentalisme imperialisme
baru, negara-negara Eropa bersaing untuk mencari koloni-koloni di luar benua
Eropa untuk motif ekonomi dan status. Salah satu motif penting bagi Belanda
untuk memperluas wilayah di Nusantara selain keuntungan keuangan adalah untuk
mencegah negara-negara Eropa lain mengambil bagian-bagian dari wilayah ini.
Pertempuran paling terkenal dan lama selama periode ekspansi Belanda adalah
Perang Aceh yang dimulai di tahun 1873 dan berlangsung sampai 1913, berakibat
pada kematian lebih dari 100,000 orang. Namun, Belanda tidak pernah memegang
kontrol penuh atas Aceh. Integrasi politik antara Jawa dan pulau-pulau lain di
nusantara sebagai kesatuan politis kolonial telah sebagian besar dicapai pada
awal abad ke-20.
D. Kebangkitan
Nasional
Ketika
perbatasan Hindia Belanda mulai mengambil bentuk menjadi Indonesia saat ini,
Ratu Belanda Wilhelmina membuat pengumuman pada pidato tahunannya di 1901 bahwa
kebijakan baru, Politik Etis, akan diterapkan. Politik Etis (mengakui bahwa
Belanda memiliki hutang budi kepada orang nusantara) bertujuan untuk
meningkatkan standar kehidupan penduduk asli. Cara untuk mencapai tujuan ini adalah
melalui intervensi negara secara langsung dalam kehidupan (ekonomi),
dipromosikan dengan slogan 'irigasi, pendidikan dan emigrasi'. Namun,
pendekatan baru ini tidak membuktikan kesuksesan yang signifikan dalam
meningkatkan standar kehidupan penduduk asli. Akan tetapi jika di analisa
politik etis adalah cara baru untuk dapat melegalkan penjajahan karena pada
masa kolonialisme belanda membutuhkan orang-orang yang siap bekerja akan tetapi
dibayar dengan harga yang murah.
Politik
Etis menyebabkan efek samping yang besar. Komponen pendidikan berkontribusi
signifikan pada kebangkitan nasionalisme Indonesia dengan menyediakan alat-alat
intelektual bagi masyarakat Indonesia untuk mengorganisir dan menyampaikan
keberatan-keberatan mereka terhadap Pemerintah Kolonial. Politik Etis
memberikan kesempatan, untuk sebagian kecil kaum elit Indonesia, untuk memahami
ide-ide politik Barat mengenai kebebasan dan demokrasi. Untuk pertama kalinya
orang-orang pribumi mulai mengembangkan kesadaran nasional sebagai 'orang Indonesia'.
Pada
1908, para pelajar di Batavia mendirikan asosiasi Budi Utomo, kelompok politis
pribumi yang pertama. Peristiwa ini dianggap sebagai saat kelahiran
nasionalisme Indonesia. Hal ini memulai tradisi politik kerja sama antara elit
muda Indonesia dan para pejabat pemerintahan Belanda yang diharapkan untuk
membantu wilayah Hindia Barat mencapai kemerdekaan yang terbatas. Bab
selanjutnya dalam kebangkitan nasionalisme Indonesia adalah pendirian partai
politik pertama berbasis masa, Sarekat Islam di 1911. Pada awalnya, organisasi
ini didirikan untuk mendukung para pengusaha asli untuk melawan para pengusaha
Tionghoa yang mendominasi ekonomi lokal namum kemudian mengembangkan fokusnya
dan mengembangkan kedasaran politik populer dengan tendensi subversif. Gerakan-gerakan
penting lainnya yang menyebabkan terbukanya pemikiran politik pribumi adalah
Muhammadiyah, gerakan reformis sosio-religius Islam yang didirikan di tahun
1912 dan Asosiasi Sosial Demokrat Hindia, gerakan komunis yang didirikan tahun
1914 yang menyebarkan ide-ide Marxisme di Hindia Belanda. Perpecahan internal
di gerakan ini kemudian mendorong pendirian Partai Komunis Indonesia (PKI) di
tahun 1920.
Pada
awalnya, Pemerintah Kolonial Belanda mengizinkan pendirian gerakan-gerakan
politik lokal namun ketika ideologi Indonesia diradikalisasi di tahun 1920an
(seperti yang tampak dalam pemberontakan-pemberontakan komunis di Jawa Barat
dan Sumatra Barat di tahun 1926 dan 1927) Pemerintah Belanda mengubah
tindakannya. Sebuah rezim yang relatif toleran digantikan dengan rezim represif
yang menekan semua tindakan yang diduga subversif. Rezim represif ini hanya
memperparah keadaan dengan meradikalisasi seluruh gerakan nasionalis Indonesia.
Sebagian dari para nasionalis ini mendirikan Partai Nasionalis Indonesia (PNI)
di tahun 1927 sebagai sebuah reaksi pada rezim yang represif. Tujuannya adalah
mencapai kemerdekaan penuh untuk Indonesia.
Peristiwa
penting lainnya bagi nasionalisme Indonesia adalah Sumpah Pemuda pada tahun
1928. Pada kongres yang dihadiri organisasi-organisasi pemuda ini, tiga
idealisme diproklamasikan, menyatakan diri memiliki satu tanah air, satu bangsa
dan satu bahasa. Tujuan utama dari kongres ini adalah mendorong persatuan
antara kaum muda Indonesia. Di dalam kongres ini lagu yang kemudian menjadi
lagu kebangsaan nasional (Indonesia Raya) dikumandangkan dan bendera nasional
di masa kemerdekaan (merah-putih) dikibarkan untuk pertama kalinya. Pemerintah
Kolonial Belanda bertindak dengan melakukan aksi-aksi penekanan. Para pemimpin
nasionalis muda, seperti Sukarno (yang menjadi presiden pertama Indonesia di
tahun 1945) dan Mohammad Hatta (wakil presiden Indonesia yang pertama)
ditangkap dan diasingkan.
E. Fase
Pemerintahan Jepang
Pihak
Belanda cukup kuat untuk mencegah nasionalisme Indonesia dengan cara menangkap
para pemimpinnya dan menekan organisasi-organisasi nasionalis namun mereka
tidak pernah bisa menghapuskan sentimen nasionalisme. Orang-orang Indonesia, di
sisi lain, tidak memiliki kekuatan untuk bersaing dengan para pemimpin
kolonialis dan karenanya membutuhkan bantuan-bantan dari luar untuk
menghancurkan sistem kolonial. Di Maret 1942, orang-orang Jepang, dibakar
semangatnya oleh keinginan akan minyak, menyediakan bantuan tersebut dengan
menguasai Hindia Belanda. Walaupun pada awalnya disambut sebagai pembebas oleh
penduduk Indonesia, mereka segera mengalami kesengsaraan di bawah penjajahan
Jepang: kekurangan makanan, pakaian dan obat dan juga kerja paksa di bawah
kondisi yang menyiksa. Kurangnya makanan terjadi terutama disebabkan karena administrasi
yang tidak kompeten, mengubah Jawa menjadi sebuah pulau penuh kelaparan.
Orang-orang Indonesia bekerja sebagai buruh paksa (disebut romusha) ditempatkan
untuk bekerja dalam proyek-proyek yang membutuhkan banyak tenaga kerja di Jawa.
Ketika
Jepang mengambil alih para pejabat Belanda ditempatkan dalam kamp-kamp tawanan
dan digantikan oleh orang-orang Indonesia untuk mengerjakan tugas-tugas
kepemerintahan. Orang-orang Jepang mendidik, melatih dan mempersenjatai banyak
kaum muda Indonesia dan memberikan suara politik kepada para pemimpin
nasionalis. Ini memampukan para pemimpin nasionalis untuk mempersiapkan masa
depan bangsa Indonesia yang merdeka.
F. Kemerdekaan
Pada
masa pemerintahan jepang, mereka membuat sebuah Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia/Dokuritsu Junbi Cosakai dibentuk oleh Jepang
dan diumumkan oleh Jenderal Kumakichi
Harada pada tanggal 1 Maret 1945.
BPUPKI
beranggotakan 60 orang beserta 1 ketua dan 2 ketua muda serta seorang
sekretaris. Berikut adalah susunan keanggotaan BPUPKI:
Ketua
: dr. K.R.T. Radjiman
Wedyodiningrat
Ketua
Muda : R.P. Suroso dan Ichibangase
Sekretaris
: A.G. Pringgodigdo
Anggota
:
Abikusno T.
|
Ir. Soekarno
|
Prof. Dr. Asikin W
|
Parada Harahap
|
Mr. Moh. Yamin
|
Mr. Ahmad S.
|
Mr. R. M. Sartono
|
Dr. R.
Kusumahatmadja
|
KRMTH Wurjaningrat
|
K.H. Mas Masyur
|
R. Abdulrahim P.
|
RAA Sumitrao K.P.
|
Drs. KRMA
Sosrodiningrat
|
R. Aris
|
Ir. R.M. Surachman
T.
|
Prof. Dr. Soepomo
|
Ki Hajar Dewantara
|
Sutardjo K
|
Prof. Ir. R.
Roosseno
|
R.A.A.
Wiranatakusumah
|
H. Agus Salim
|
Mr. R.P. Singgih
|
Ir. R. Asharsutedjo
M.
|
Oei Tjong Hauw
|
Mr. R. Suwandi
|
Oey Tiang Tjoei
|
Mr. Tang Eong Hoa
|
K.H. Wahid Hasyim
|
Drs. Moh. Hatta
|
A.M. Dasaad
|
a. Sidang I
Sebagai
realisasi pelaksanaan tugas, BPUPKI
kemudian mengadakan sidangsidang. Secara garis besar sidang-sidang BPUPKI itu terbagi menjadi dua kali
sidang. Sidang BPUPKI I diadakan pada
tanggal 29 Mei – I Juni 1945. Kemudian
Sidang BPUPKI II dilangsungkan pada
tanggal 10 – 17 Juli 1945. Sidang-sidang
BPUPKI itu untuk merumuskan Undang-Undang
Dasar.
Sidang
pertama membahas bagi negara Indonesia merdeka. Waktu itu KRT. Rajiman
Widyodiningrat meminta pandangan dari para anggota mengenai dasar negara baru
yang akan dibentuk. Untuk itu, tampil beberapa tokoh untuk berpidato
menyampaikan pandangannya. Dari sekian banyak pembicara, ada tiga tokoh yang
paling dipertimbangkan pandangan-pandangannya. Mereka adalah Mr. Moh Yamin, Mr.
Supomo, dan Ir. Soekarno.
-
Pidato Moh. Yamin pada tanggal 29 Mei mengusulkan lima dasar negara kebangsaan
Indonesia, yakni sebagai berikut.
a.
Peri Kebangsaan. b. Peri Kemanusiaan.
c.
Peri Ketuhanan. d. Peri Kerakyatan.
e.
Kesejahteraan Rakyat,
-
Mr. Supomo dalam pidatonya tanggal 31 Mei 1945 menyampaikan dasar-dasar
Negara yang diajukan sebagai berikut.
a.
Persatuan. b. Kekeluargaan
c.
Keseimbangan lahir dan batin. d.
Musyawarah.
e.
Keadilan rakyat.
-
Tanggal 1 Juni 1945 merupakan hari terakhir dari rangkaian Sidang BPUPKI I.
Dalam pidato itu yang istimewa ia
mengajukan usul nama, lima asas yang disebut dengan Pancasila. Pidato Ir. Soekarno tanggal I Juni 1945
sering disebut dengan pidato lahirnya Pancasila. Silasila yang diusulkan Ir.
Soekarno sebagai berikut.
a.
Kebangsaan Indonesia. b.
Internasionalisme atau perikemanusiaan.
c.
Mufakat atau demokrasi. d. Kesejahteraan
sosial.
e.
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam pidato nya Ir. Soekarno
menegaskan bahwasannya jika Pancasila terlalu banyak saya bisa meremasnya
menjadi Trisila yang isinya, ialah :
a. Sosio-Nasionalisme
b. Sosio-Demokrasi
c. Ketuhanan
Tapi jika Trisila masih juga terlalu
banyak saya akan meremasnya kembali menjadi Ekasila, yang isinya ialah Gotong
Royong.
Tanggal
1 Juni 1945 Sidang BPUPKI I berakhir. Untuk menindaklanjuti usulan-sulan dari
sidang, BPUPKI membentuk Panitia kecil yang diketuai oleh Ir. Soekarno.
Panitia
ini dikenal sebagai Panitia Sembilan. Sebagai ketuanya Ir. Soekarno.
Anggota-anggotanya adalah Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh Yamin, Mr. Ahmad Subarjo,
Mr. A.A. Maramis, Abdulkadir Muzakir, Wakhidd Hasyim, H. Agus Salim, dan
Abikusno Cokrosuyoso. Pada tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan melahirkan
rumusan yang terkenal dengan nama Piagam Jakarta (Jakarta Charter).Rumusan
tersebut sebagai berikut.
a.
Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk pemeluknya.
b.
Dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab.
c.
Persatuan Indonesia.
d.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan.
e.
Mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b.
Sidang II
Pada
tanggal 10 Juli 1945 mulai sidang BPUPKI II. Sidang ini membahas rancangan Undang-Undang Dasar (UUD). Panitia Perancang
UUD diketuai oleh Ir. Soekarno. Panitia
Perancang membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan rancangan UUD dengan segala pasal-pasalnya. Panitia Kecil ini dipimpin
oleh Mr. Supomo. Sebelum membahas rancangan Undang-Undang Dasar, mereka
membahas bentuk negara. Setelah diadakan
pungutan suara, mayoritas anggota memilih negara kesatuan yang berbentuk republik.
Bahasan
berikutnya adalah UUD dan pembukaannya. Pada rapat tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang UUD secara bulat menerima
Piagam Jakarta sebagai Pembukaan UUD.
Tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI melanjutkan sidang untuk menerima laporan
dari Panitia Perancang UUD. Tiga hal
penting yang dilaporkan oleh Ir. Soekarno selaku ketua Panitia
Perancang
UUD sebagai berikut.
a.
Pernyataan Indonesia merdeka
b.
Pembukaan UUD (diambil dari Piagam Jakarta)
c.
Batang tubuh UUD
Sidang
menyetujui tiga hal yang dilaporkan oleh Ir. Soekarno tersebut.
17
Agustus 1945 pukul 10.00, Ir. Soekarno membacakan teks proklamasi kemerdekaan
Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta Pusat dan Ir. Soekarno serta
kawan-kawannya menyepakati bahwasannya Indonesia merdeka tanpa ada campur
tangan asing. Ir. Soekarno pun membacakan
P
R O K L A M A S I
”Kami
bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang
mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan
dalam tempo jang sesingkat-singkatnja. Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia.”
Sehari
setelah itu, PPKI mengadakan sidang di Gedung Kesenian Jakarta dan dihasilkan
beberapa keputusan, yaitu
a)
membentuk UUD;
b)
memilih Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil
presiden;
c)
presiden untuk sementara waktu akan dibantu oleh sebuah komite nasional.
Dan
pada tanggal 18 Agustus 1945 disahkan Pancasila sebagai dasar Negara Republik
Indonesia yang tertulis didalam pembukaan UUD 1945 Alinea keempat, yang isinya
:
1. Ketuhanan
yang maha esa
2. Kemanusiaan
yang adil dan beradab
3. Persatuan
Indonesia
4. Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat, kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Dari
Penjabaran Sejarah nilai-nilai Pancasila diatas terbukti bahwa nilai-nilai Pancasila
merupakan nilai-nilai luhur Bangsa Indonesia yang sudah tertanam dalam jiwa
Bangsa Indonesia sejak dahulu. Maka, dari itu Pancasila dijadikan pedoman hidup
Bangsa untuk mewujudkan cita-cita luhur Bangsa Indonesia dan menyatukan segala
kebhinekaan yang ada dalam Bangsa Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar